advertise

09 Juli 2011

BERJABAT TANGAN LAH DENGAN ENGGANG KU

BERJABAT TANGAN LAH DENGAN ENGGANG KU

Berjabat tangan lah dengan Enggangku
Menyalami ruas helai-helai bulunya yang telah menua
Menikmati kepaknya ketika Ia tengadah
Menghitung lenggoknya saat bersalaman dengan angin kelana
Angin yang berumah diangkasa,..angin yang mengisi lumbung dan menghidupi..

Ia berputar,….menukik,...mengawan dan 34 kali berputar lagi diatas gemawan,..dan pepohonan yang meranggas daunnya.
Ia tak lagi mengenal sarangnya..
Bahkan lupa pohon apa yang pernah mengajaknya berjabat tangan atau sekedar mengucap salam.

Di dakinya Tengkawang tertinggi,..
Ia dapati dahan yang mati,…
Ditemukannya rafia bergayut kusut, pura-pura menjadi rotan bertaut..
Di jejak bekasnya hinggap,.. aroma sisa embun terhisap,..
Serta bau minyak goreng bermerk : Konspirasi dan pembodohan terorganisasi.

Daun Tengkawang bertanya..
Siapa yang mengajarkan engkau bersalaman dan berjabat tangan?
Dari mana ilmu itu kau dapat?
Sejak kapan manusia bersalaman dengan manusia?
Sejak kapan manusia bersalaman dengan Burung?
Sejak kapan burung bersalaman dengan angin?
Jika kau tak menjawab,…lepaskan tanganmu dari rantingku.
: aku,..tak lagi mempercayai mu…

Malam hinggap...
Rimba senyap,…
Penghuninya telah sepakat untuk tak bersuara,..
Setelah dipaksa berjabatan dengan Perda-Perda,…
Setelah berjabatan dengan hukum plastis,..berwajah banyak,…
Banyak bukan angsa,….
Tapi Banyak dengan jumlah nol di belakang angka…

Malam menggeliat,..
Embun berpelukan erat,..
Sebab menurut perkiraan cuaca..
Bila menetes..Ia tak akan lagi mendarat diatas pakis atau sungai yang jernih,..

Tapi diatas hamparan jutaan hektar sawit,…
Yang berbaris bak prajurit,..
Legal,..gagah,. tegap,.. berani,..bersenjata,..dan..pintar menyelinap dimalam hari,..
Resmi,..setelah satu persatu timanggong dikebiri,..
Legal setelah rumah panjang tersisa sejengkal,..

Malam mengumpat, seisi rimba gemetar,…
Malam beranjak,.. Dan Enggangku lelap diperaduan.

Terik matahari kini biasa di Borneo, tanah tropis yang kritis.
Tanah adat yang nyaris tak beradat…
Sebab,…jika beradat mereka memperlambat,..
,…....jika berkumpul,…mereka segera dibuatkan tanggul,..
……..jika berladang,..mereka pembakar hutan, liar dan telanjang jalang,..
……..jika tak berbaju,..mereka tak mencerminkan betapa progresif negeri ini..
……..jika makan babi,..mereka dianggap babi,….
……..jika bertanya,…mereka menjadi bukan Indonesia,…
Sebab……..jika kritis,…..mereka Komunis,..
……..jika melawan,..mereka menghambat pembangunan,…
……..jika mereka hidup apa adanya,…Menggugat berarti tak selamat.

Enggangku berjabat tangan dengan belenggu,…
Dalam diam,..angin dan malam meninggalkannya,
Dalam diam,.. siang terlalu terik memeriksa,….

Enggangku bersalaman dengan peradaban,…
Ia menari,..pamit pada pohon tinggi,..anggrek hutan dan batang Padi.
Dikepakkan sayapnya.....
Melintasi Bandung,..Jakarta,..Semarang,..Solo,…
Leiden,..Roma,..Paris,..Coneccticut,..Frankfurt,..Pasar Kembang,..
diatas Yogyakarta dan langit ruangan ini..

Kemanakah Enggangku berkayuh mudik?
Ketika induk pergi, ia memutar dadu-dadu,…
Ketika malam hujan,..ia asuh candu dan kartu,..
lalu ketika pagi tiba,..
Ia siapkan sekantung uang demi tanda tangan Ijazah Palsu…

Masih saja ada pagar sekitar belukar ini..bunga tiada,....
Mata yang nanar dan jari gemetar..
Jiwa-jiwa yang lelap dan gagap oleh prokem Jakarta,..
Dan pesona untuk kaya,…sekaya-kayanya…
Gairah untuk indah seindah manekin pajang di Ambarukmo Plaza,..
Tanktop dan G-string menyala,…juga BH seharga 100 piring nasi..
BlackBerry yang disulap menjadi pena dan sarapan pagi,..
Mata akan berjabat mata,….
Di pupil yang memerah itu terpahat Fragmen leluhurku,…
Inai yang menganyam Lampit dari ampas sawit…
Baliatn yang manteranya,..terpajang di Kalender Artis Mandarin disisi jendela,…
Telinga akan berjabat telinga,..
DiEntikong sana seorang dara 15 tahun berangkat menjadi TKW khusus untuk Pria
Dijual seharga 1 buah Honda setengah pakai,..

Bersalaman lah dengan Enggangku,….
Kau bisa bertanya,….hari ini akan kita larung dimana?
Cara apalagi untuk menghabiskan uang yang berlimpah ini…
Identitas,..solidaritas,....biar ia mengurus diri sendiri,..
aku kira cukup sumpah serapah ini
sudah cukup aku merokok dan segelas kopi..
menulis syair picisan ini,..
merawat luka,..
menghitung hutang-hutangku..
membeli keberanian baru...
berjabat tangan lah dengan Enggangku...


Republik Metropolitan Sewon, 10 Agustus 2010 ( 8 jam sebelum El Classico )

Ditulis dan dibacakan pada peluncuran buku Dayak Menggugat karya TainOdops dan Frans Lakon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar