advertise

27 Januari 2009

MENCATAT SEJARAH DENGAN CAHAYA

MENCATAT SEJARAH melalui CAHAYA





Fotografi secara harafiah dikenal sebagai seni dan proses menghasilkan gambar dengan cahaya atau film, dan atau permukaan yang di “peka”kan.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan teknologi, fotografi telah merambah dunia. Sejak awal ditemukannya, fotografi menjelma menjadi perangkat yang tidak terlepas dari seluruh aspek kehidupan manusia.\Di masa sekarang kita dimanjakan oleh keberadaan fotografi Digital yang praktis dan memudahkan. Untuk menjadi fotografer, seseorang hanya memerlukan sebuah kamera yang layak, sedikit pemahaman kamera, kemauan dan rajin mengeksplorasi sudut pengambilan gambar. Berbeda dengan saat fotografi dasar yang berkembang sebelumnya yang di sebut fotografi konvensional.



Fotografi Konvensional ditandai oleh beberapa penemuan baru yang mendasar, terutama saat pelat film pertama kali disederhanakan oleh George Eastman dengan produk Kodaknya. Selanjutnya berbagai merk kamera bermunculan sebagai jawaban kebutuhan manusia. Mulai dari Zenith dari Russia, Leica di Jerman, Kodak di Amerika, Hassellblad, Rolleiflex, Minolta, Olympus, Tokina, Mamiya, Vivitar, Ricoh, Seagull, Cannon dan tentu saja Nikon yang melegenda dengan FM2, dan Pentax dengan K1000nya. Kamera manual tersebut diatas terbagi oleh beberapa jenis sistem pula. Medium format, large format, TLR (Twins lens reflect) dan SLR (Single Lens Reflect) yang biasa disebut pula kamera 35mm.
Sederetan label tersebut diatas bukan bentuk promosi, ia adalah bagian dari sejarah perjalanan fotografi konvensional yang kini mulai sulit ditemukan keberadaan dan penggunanya. Demikian juga dengan aneka jenis Film dengan variasi kepekaan ASA/ISO/DIN yang semakin ditinggalkan.
Dengan teknologi Digital, kesulitan dan tuntutan kecermatan dalam fotografi dapat sedikit diabaikan. Seseorang dapat melakukan Bracketing bahkan pengulangan terhadap sebuah objek tanpa harus berhitung dengan jumlah film yang tersisa dalam kamera, variasi pencahayaaan dan pengukuran yang dulu mutlak dikuasai dapat diatasi dengan melihat perbedaan hasil di layar kamera digital (LCD) atau sentuhan program olah foto dalam komputer. Dalam Kamera digital roll film telah digantikan dengan memory card yang melakukan perekaman dengan sensor elektronik dan hanya dapat dibaca secara elektronik pula. Jika kamera konvensional (biasa juga disebut manual) mengkonversi cahaya melalui film, kamera digital akan mengubah intensitas cahaya dengan sensor sinyal digital.
Jenis sensor yang umum digunakan adalah CCD (Chard Couple Device) dan CMOS
(complementarry metal oxide semiconductor). Kedua sistem sensor ini sama mengubah cahaya menjadi muatan elektronik dan kebentuk sinyal elekteronik. Keduannya merekam imaji dalam satuan picture element atau pixel.
Selain pada film, proses akhir pencetakan juga menentukan. Dalam fotografi konvensional pencetakan dilakukan di kamar gelap dengan developer, fixer dan stopbath. Sedangkan di zaman digital ini semua proses pencetakan dan editing dilakukan dalam perangkat komputer dan printer. Perbedaan Ini yang akhirnya melahirkan istilah kamar gelap kering dan basah.
Pendek kata digitalisasi dalam fotografi adalah sebuah kemajuan yang disambut dengan antusias dan suka cita, walaupun tetap terdapat kelemahan pula. Contohnya, menggunakan digital berarti diharuskan memahami pula komputer ditingkat yang paling dasar sekalipun, dan harga keseluruhan perangkat tersebut yang masih relatif mahal.
Pada dasarnya Fotografi merupakan terapan, baik konvensional atau digital. Ia dapat dipelajari secara terus menerus dengan berlatih secara intens. Namun dibalik itu sesungguhnya terdapat prinsip dan penguasaan yang hanya dimiliki oleh orang yang telah menguasai fotografi konvensional dengan baik sebelum beralih ke digital. Seorang fotografer yang telah lama berjibaku untuk menguasai prinsip pemotretan konvensional dari tahap memasang film, memotret, hingga proses kamar gelap akan memiliki pengalaman estetis, penghargaan dan apresiasi yang berbeda dalam memperlakukan objek, kesempatan, yang diraih. Hal tersebut d
iatas berangkali berbeda dengan fotografer yang langsung bersentuhan dengan kamera Digital dan menggantungkan diri kepada semua proses digitalisasi. Dalam banyak kesempatan dikalangan fotografer beberapa kota, timbul istilah baru yaitu: Photosopgrafer. Orang yang ditengarai mengabaikan makna proses dalam menentukan hasil sebuah pemotretan dengan menyerahkan sepenuhnya hasil akhir pada program komputer. Sesungguhnya hal itu bukan masalah, semua kembali pada sebab dan akibat serta orientasi dalam berkarya. Seperti ungkapan yang umum dalam fotografi : “The Man Behind The Gun”. Apapun bentuk dan jenis kameranya, namun yang terpenting adalah, orang yang berada dibelakang kamera tersebut.
Fotografi sifat dan prinsipnya adalah sama, mendokumentasi. Menghentikan waktu dalam sebuah bingkai gambar dan mencatatkan hasilnya sebagai sejarah. Sejarah puluhan tahun yang silam atau sejarah yang lima menit lalu baru terjadi.
30x60, "RAGA" digital print diatas satin polyposter indoor laminasi matt
Dalam bingkai yang lain, secara konseptual Fotografi merupakan proses menciptakan karya seni. Seorang fotografer, mengkomposisi cahaya melalui perpaduan angka speed dan diafragma, mengkomposisi objek, pemenggalan gambar, hingga kesabaran menunggu moment, pendekatan emosional dan psikologis sebelum memutuskan menekan tombol rana.
Tanpa bermaksud mempertentangkan. Fotografi Konvensional dan Digital telah hadir ditengah manusia. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Namun prinsip dalam fotografi tetap dan tidak akan berubah, mendokumentasi apapun yang terjadi. Dalam hal ini Fotografer dapat memilah kesenangannya dalam memilih objek, model manusia, fauna, flora, fashion, jurnalistik, olah raga, still life, atau yang lain. Sesungguhnya fotografer tetaplah fotografer, ia diharapkan mampu mengerjakan berbagai jenis foto dengan sama baik. Tanpa harus mengurung diri dengan sebutan satu jenis kelompok foto saja. Tapi bila hal tersebut bertujuan sebagai bagian spesialisasi dan profesionalisme kerja, kiranya dapatlah di mengerti.
Kemudahan dalam fotografi digital semestinya disikapi dengan baik dan antusias oleh para penggemar dan pekerja fotografi. Agar tidak terjebak oleh kemudahannya saja, sebaiknya mempelajari dengan sungguh perencanaan, pemaknaan dalam sebuah eksekusi objek melalui kamera.
Fotografi, mampu mengatakan suatu yang tak selalu mampu kita katakan dengan bahasa verbal. Dengan kemajuan pesatnya kita semua diharap bijak mempelajari dan memanfaatkannya. Fakta, melalui fotografi telah terekam Soekarno dan Hatta saat pembacaan Proklamasi, Rudy Hartono mengangkat piala Thomas ditengah pawai. Fakta pula bahwa media fotografi merekam Lady Diana dangan busana minim, seorang kolonel yang mengeksekusi sipil di tengah konflik Vietnam, mendaratnya Neil Armstrong, kelahiran anak pertama, ulang tahun, serah terima jabatan, pernikahan, kematian, hingga foto yang menjatuhkan karier politik seseorang oleh fakta yang terungkap.
Dengan semakin mudah dan murahnya proses fotografi, suatu saat orang atau sebuah keluarga akan semakin terbiasa dengan sebuah koleksi foto, yang secara tak disadari merekam dan akan menjadi suatu catatan sejarah yang dapat menjadi media pembelajaran kita semua, dan bukan tak mungkin mengkritisi bahkan merevisi sejarah itu. Selamat berkarya.
Iwandjola, iwandjola@gmail.com.bidayoeh@yahoo.com

1 komentar:

  1. Permisi...blog Om Deje aku link khan ke http://www.lembagabinamasyarakatdesa.blogspot.com ya! Blog om udah bagus kok. Sukses selalu ya

    BalasHapus